Satu siang. Hujan masih turun, tidak deras hanya gerimis. Tetes-tetesnya masih tertinggal di atap rumah-rumah. Mengalir lewat genting dan terjun ke tanah; ada yang ke selokan, beberapa tetes sepakat membuat genangan.
Empat teman masih duduk di dekatku. Di dalam musholla. Selepas dzuhur. Mereka duduk bersisian, dan menghadapkan wajah mereka padaku. Malaikat Tanya, Malaikat Kesabaran, Malaikat Persahabatan, dan Malaikat Kehangatan.
Ooo...jadi itu sebabnya?. celetuk Malaikat Tanya, setelah mendengar penjelasanku.
Itu yang membuat kamu gelisah?. Malaikat Tanya terus mengoceh.
Aku mengangguk. Mengaku. Seperti anggukan anak kecil yang kedapatan mencuri mangga tetangga sebelah. Mengakui beberapa kebodohan diri. Saat hati diliputi ketakutan yang berlebihan akan kehilangan dunia dan rezeki-Nya.
Sudahkah kau adukan semua ini pada Sang Penguasa Semesta ? . Malaikat Tanya kembali mengorekku.
Sudah. Itulah sebabnya aku memanggil kalian kesini. Mungkin ada jawaban dari-Nya. Rajukku. Parau. Perlahan tanpa disadari mata ini mulai basah.
Duh..gitu aja nangis. Ejek Malaikat Kesabaran.
Huss...!! Malaikat Persahabatan menyikut pelan Malaikat Kesabaran.
kiranya aku bisa membantumu saat ini, kata Malaikat Persahabatan sambil mengambil tissue di kantungnya. Dan hei..Malaikat Persahabatan mengusap air mata di pipiku.
Seperti biasa Malaikat Persahabatan tidak memberikan solusi, hanya berusaha menemani.
Perlahan Malaikat Kehangatan menggeser duduknya. Mendekat. Merangkulku.
Perlu kau ingat teman. Hati akan semakin keruh dan gelap ketika kita menangis karena urusan dunia. Dan hati akan semakin jernih dan bersinar kala kita menangis karena urusan akhirat. Urusan yang lebih abadi.
Malaikat Kehangatan mulai berkata. Selanjutnya, kata-katanya pun mengalir. Mengisi jiwa. Menguatkan hati. Ku yakin semua mahluk akan luluh mendengarnya.
Sejenak kurasakan ada perasaan nyaman di hati.
Kunikmati terus kehangatan yang ia berikan.
Tenang. Hangat.
Pantas saja dia sebut Malaikat Kehangatan.
Dan ini kesekian kalinya mereka berhasil menghiburku.
Ya udah..ayo bangkit. Lanjutkan hidupmu, ajak Malaikat Kehangatan. Mengajakku berdiri. Empat teman itu pun berdiri. Ku tatap wajah mereka. Mereka tersenyum. Untukku.
Satu siang. Hujan masih saja turun, tidak deras hanya gerimis. Empat teman menemaniku duduk di musholla dan berhasil melukis kebahagiaan di hatiku.
Empat teman masih duduk di dekatku. Di dalam musholla. Selepas dzuhur. Mereka duduk bersisian, dan menghadapkan wajah mereka padaku. Malaikat Tanya, Malaikat Kesabaran, Malaikat Persahabatan, dan Malaikat Kehangatan.
Ooo...jadi itu sebabnya?. celetuk Malaikat Tanya, setelah mendengar penjelasanku.
Itu yang membuat kamu gelisah?. Malaikat Tanya terus mengoceh.
Aku mengangguk. Mengaku. Seperti anggukan anak kecil yang kedapatan mencuri mangga tetangga sebelah. Mengakui beberapa kebodohan diri. Saat hati diliputi ketakutan yang berlebihan akan kehilangan dunia dan rezeki-Nya.
Sudahkah kau adukan semua ini pada Sang Penguasa Semesta ? . Malaikat Tanya kembali mengorekku.
Sudah. Itulah sebabnya aku memanggil kalian kesini. Mungkin ada jawaban dari-Nya. Rajukku. Parau. Perlahan tanpa disadari mata ini mulai basah.
Duh..gitu aja nangis. Ejek Malaikat Kesabaran.
Huss...!! Malaikat Persahabatan menyikut pelan Malaikat Kesabaran.
kiranya aku bisa membantumu saat ini, kata Malaikat Persahabatan sambil mengambil tissue di kantungnya. Dan hei..Malaikat Persahabatan mengusap air mata di pipiku.
Seperti biasa Malaikat Persahabatan tidak memberikan solusi, hanya berusaha menemani.
Perlahan Malaikat Kehangatan menggeser duduknya. Mendekat. Merangkulku.
Perlu kau ingat teman. Hati akan semakin keruh dan gelap ketika kita menangis karena urusan dunia. Dan hati akan semakin jernih dan bersinar kala kita menangis karena urusan akhirat. Urusan yang lebih abadi.
Malaikat Kehangatan mulai berkata. Selanjutnya, kata-katanya pun mengalir. Mengisi jiwa. Menguatkan hati. Ku yakin semua mahluk akan luluh mendengarnya.
Sejenak kurasakan ada perasaan nyaman di hati.
Kunikmati terus kehangatan yang ia berikan.
Tenang. Hangat.
Pantas saja dia sebut Malaikat Kehangatan.
Dan ini kesekian kalinya mereka berhasil menghiburku.
Ya udah..ayo bangkit. Lanjutkan hidupmu, ajak Malaikat Kehangatan. Mengajakku berdiri. Empat teman itu pun berdiri. Ku tatap wajah mereka. Mereka tersenyum. Untukku.
Satu siang. Hujan masih saja turun, tidak deras hanya gerimis. Empat teman menemaniku duduk di musholla dan berhasil melukis kebahagiaan di hatiku.
0 Responses to “Hujan dan Teman”