Published by jundihasan
on 23.2.07 at 9:42 PM.
Saya tidak tahu persis sejak kapan saya menyukainya. Namun kehadirannya menyadarkan saya bahwa tidak semua kegelapan itu tidak menyenangkan. Ada satu gelap yang saya suka. Kamar yang gelap. Satu tempat yang minim cahaya. Hanya satu dua garis cahaya yang menepi lewat lubang ventilasi udara. Tempat dimana saya memilih untuk menutup hari dan memejamkan mata.
Gelapnya yang sempurna membantu saya tidur lebih nyenyak. Sering pula mimpi indah terangkai di tempat ini.
Seringkali saat lisan sudah mengucap bismikka allahuma ahya wa bismika wa amut, kemudian dua telapak tangan mengusap wajah, tak saya temukan siluet telapak tangan di hadapan.
Karena ini kamar yang gelap. Dan saya menyukainya.
Kamar yang gelap juga sering menghadirkan lelucon subuh. Saat seorang lelaki bangun dari mimpinya, dan langsung meraba-raba sekelilingnya, mencari HP untuk melihat jam. Bangun jika memang sudah waktunya bangun, tapi lebih sering terlelap kembali. Nakal
Kamar yang gelap. Saya menyukainya.
Ustadz bilang di surga nanti kita boleh minta apa aja pada Allah. Wah senangnya.
Maka salah satu yang akan saya pinta dengan sopan pada Allah selain susu coklat hangat (yang ini gak boleh sampe lupa ) adalah kamar yang gelap. Tempat saya beristirahat sejenak setelah melewati perjalanan panjang di dunia. (Ya Allah, kabulkanlah)
Tidak semua kegelapan itu tidak menyenangkan. Ada satu gelap yang saya suka. Kamar gelap. Tempat dimana saya memilih untuk menutup hari dan memejamkan mata. Gelapnya yang sempurna membantu saya untuk tidur lebih nyenyak.
---
[pict from deviantart.com]
0 Responses to “Gelap, Meraba, Saya Menyukainya”