<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d20262286\x26blogName\x3ddeepheart\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://punyahasan.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://punyahasan.blogspot.com/\x26vt\x3d1302758872242214304', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>


Saat seorang Shalahuddin disapa oleh kejenuhan akan berjuang, saat jiwanya bertanya “Dimana kemenangan itu?”, seorang sahabat menasihatinya;

“Sesungguhnya kita didatangi (musuh) dari arah diri kita sendiri dan andaikan kita membenarkan-Nya, niscaya Dia akan menyegerakan dengan sebab kejujuran kita. Andaikan kita menaati-Nya, niscaya Dia tidak menghukum kita dengan musuh kita. Andaikan kita melaksanakan perintah-Nya yang mampu kita laksanakan, niscaya Dia melaksanakan untuk kita sesuatu yang kita tidak mampu melaksankannya kecuali dengan pertolongan-Nya.

Janganlah seseorang membantah kecuali terhadap amal perbuatannya sendiri, janganlah mencela kecuali terhadap dirinya sendiri, dan janganlah berharap kecuali kepada Tuhannya. Tidaklah dapat dinantikan bahwa pasukan akan bertambah banyak, tidak pula harta kecuali ia akan datang. Tidak juga dapat dinantikan bahwa si Fulan akan ikut berperang. Semua itu adalah hal-hal yang dapat melupakan Allah Ta’alla. Kemenangan bukanlah karena hal-hal tersebut dan khawatir jika Allah Ta’alla menyerahkan kita kepada hal-hal tersebut. Kemenangan adalah bersama-Nya dan karena belas kasihan-Nya. Kebiasaan yang baik bagi-Nya adalah jika kita memohon ampun kepada-Nya dari dosa-dosa kita. Andaikan dosa-dosa itu tidak menjadi alat penutup jalan doa kita, niscaya jawaban doa kita telah turun dan limpahan air mata orang-orang yang khusyu telah dibasuh. Akan tetapi, di tengan jalan ada penghalang. Mudah-mudahan Allah Subhanallah waTa’ala memilihkan yang baik bagi tuan kami (Shalahudin) dalam qadha yang terdahulu dan yang akan terjadi.

Huss..pergi..pergi..

Begini nih.. kalo setelah subuh kita gak langsung ngajak jasad ini untuk beraktifitas. Apalagi cuaca dingin menambah daftar panjang alasan kita untuk tidak beraktifitas. Jadinya..hidup ini bagaikan jasad mati, maunya tidur mulu. Padahal sang teladan mulia mengajarkan kita untuk tidak tidur setelah shubuh.
Gak nyunah dech.

Aaahhh.. berat sekali untuk bangun. Dikumpulkan semua nasihat-nasihat yang tersimpan di memori. Terbayang wajah teduh orangtua, betapa akan sangat kecewanya mereka jika tau salah seorang anaknya bermalas-malasan setelah subuh. Belum baca qur’an , belum baca al-ma’tsurat…wow banyak sekali pelanggaran yang kau lakukan subuh ini saudaraku.


Akhirnya.. kutemukan juga pemecut semangat untuk segera bangun.


Dengan bersemangat aku berteriak :

”Huss..pergi..pergi..syaithan jahat,
ketahuilah...bukan untuk tidur aku diciptakan”


Stop Kekerasan
Pada Calon Pemimpin Dunia


Bukan.. mereka bukan sekedar anak-anak..
mereka adalah calon pemimpin dunia.
Dengan pendidikan yang baik...
Dengan dukungan penuh dari orang tua, lingkungan dan negara,
mereka akan mampu merubah DUNIA.

Berhentilah MEMUKUL mereka...

Berhentilah MENGHARDIK mereka...

Berhentilah berbuat KASAR pada mereka...

Karena kau sedang berhadapan dengan CALON PEMIMPIN DUNIA..

Anita . .

Patas 89 Tanjung Priok-Blok M

Assalamualaikum wr wb
Kepada Bapak Ibu Kakak sekalian, saya mohon bantuannya untuk biaya sekolah dan makan sehari-hari. Atas bantuannya saya ucapkan terima kasih

(Wassalam)

(Anita )

Saya baca tulisan yang tertera pada amplop lusuh yang diberikannya pada saya. Tak lama kemudian terdengar suara nyaring perempuan kecil menyanyikan beberapa lagu. Pandangan saya kembali tertuju pada amplop yang saya pegang. Entah sudah berapa ratus tangan yang sudah hinggap di amplop itu, yang pasti dari bentuk serta warnanya yang sudah kusam bukan satu atau dua orang yang sudah menjamahnya. Dulu setiap kali menjumpai moment seperti ini, selalu mampir di benak saya perasaan curiga pada anak-anak jalanan ini. Benarkah ia memang benar anak jalanan? Benarkah ia sudah tidak punya orang tua, atau ia hanya korban kemalasan orang tuanya? Benarkah ia sekolah? Benarkah uang yang saya berikan tidak akan ia gunakan untuk membeli barang-barang yang haram? Dan masih banyak lagi prasangka buruk lain yang selalu hinggap. Sampai akhirnya saya sadar, semua prasangka buruk itu tidak membantu anak-anak itu sedikitpun.

Kesekian kalinya di dalam perjalanan, saya ditemani oleh anak-anak jalanan. Baru kali ini pula ada anak jalanan yang mencantumkan namanya dalam ‘amplop saktinya’. Semoga ini merupakan merupakan pertanda makin membaiknya etika kehidupan jalanan di kota jakarta ini.

Saya teringat dengan dialog yang saya lakukan dengan seorang teman kuliah dalam perjalanan pulang sehabis praktikum. Teman saya complain ketika di perhentian lampu merah saya membuka kaca mobil untuk memberikan sekedar uang kepada anak jalanan yang menghampiri mobil yang kami naiki. “Ngapain sih ngasih uang..mereka tuh diorganisir tau.. mereka tuh bohong... “ Ucap teman saya.

Teman saya tidak seratus persen salah. Saya pernah membaca sebuah tulisan yang mengupas masalah organisasi dikalangan anak jalanan. Mereka dipimpin oleh seorang dewasa yang mereka jadikan bos/mandor mereka. Entah apa yang diberikan bos mereka itu sampai anak-anak jalanan itu mau patuh padanya. Keheranan saya pun bertambah ketika saya temukan kenyataan bahwa tidak sedikit kepatuhan yang mereka berikan pada Bos mereka hanyalah dikarenakan ketakutan mereka akan perlakuan kasar yang kerap mereka terima. Saya hanya berharap uang yang saya berikan (yang memang sudah menjadi rezekinya) bisa ia gunakan untuk mengisi perutnya. Semoga sore nanti tidak ia jalani dengan kondisi perut yang lapar.

Anita kecil menyadarkan saya bahwa akan sangat banyak hal akan ditanyakan pada saya di hari akhir nanti. Pada pemimpin negeri ini, juga orang-orang yang melihat fenomena ini dan memahaminya, semua dari kita akan dimintai pertanggungjawaban. Anita kecil juga menyadarkan bahwa betapa Allah telah melimpahkan begitu banyak rezekinya pada saya.

Anita... moga Allah selalu menjagamu...


:: Dua Yang Menenangkan::

Banyak yang berkata bahwa manusia bisa bahagia dengan mendapatkan semua yang ia inginkan. Satu pertanyaan muncul apakah setiap manusia bisa mendapatkan semua yang ia inginkan?. Mengingat keterbatasannya yang begitu banyak, waktu yang begitu terbatas, serta tak lupa bahwa ada ‘kekuatan lain’ yang akan menentukan apakah obsesinya bisa tercapai atau tidak.


Banyak keinginan yang kita dapatkan, namun lebih banyak lagi yang tidak (belum) kita dapatkan. Satu hal yang perlu kita camkan benar-benar adalah bahwa semua hal yang belum, sedang, dan akan terjadi pada diri manusia semua sudah tercantum dalam kitab-Nya.


Tak ada yang perlu dikhawatirkan. Tak akan ada sedikitpun rezeki kita yang akan diambil oleh orang lain, ataupun jangan sampai ada obsesi sedikitpun untuk mendapatkan rezeki orang lain karena hal itu akan sia-sia belaka. Allah sudah menentukan semuanya. Tak ada yang salah , tak akan ada yang terlupa. So Dont worry...


Satu

Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lawh Mahfuz) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.


Dua

(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.

Keduanya dari Al-Hadid


Saat Kita Sendiri…

Kahfi baru saja melangkahkan kaki keluar dari lingkungan kampus, menuju ke tempat dimana ia dapat melepaskan semua penatnya (kos-an). Sepanjang jalan menuju tujuannya, terjadi sesuatu yang indah dalam qalbunya. Tubuhnya yang terasa penat serta kepala yang terasa berat tidak mampu untuk menghentikan gerak lintasan dalm qalbunya--qalbu yang selalu terjaga dengan nilai-nilai bernuansa ruhiyah--.”Rabb…inikah yang dirasakan oleh para pendahulu kami…inikah yang telah Engkau janjikan untuk kami” benaknya.

Apa yang Kahfi lakukan hari ini tidak jauh berbeda dengan tiga hari sebelumnya. Menyelesaikan surat-surat izin untuk tugas akhir akademiknya. Birokrasi yang ia hadapi serta waktu yang begitu terbatas memaksanya untuk menyediakan keikhlasan dosis tinggi dalam hatinya. Apa yang dihadapinya sebetulnya tidak dirasakan sendiri olehnya, inipun dirasakan oleh saudara-saudaranya yang lain. Hal inilah yang sedikit banyak membuat ia merasa malu untuk bersikap lemah. Tausiah pun mengalir deras untuk dirinya sendiri.

Rasa malu sempat hinggap dihatinya, ketika teringat dengan prinsip-prinsip yang dipegangnya selama ini. Tidak sepatutnya semua aktivitas yang ia lakukan menjadikan ia melupakan akan makna dibalik itu semua. Apalah artinya prestasi bagus, harta duniawi yang melimpah serta pujian dari manusia, jika itu semua tidak membuat kita semakin pintar dalam mengingat-Nya. Apalagi jika dalam menyelesaikan semua persoalan duniawi tersebut kita hanya mengandalkan rasio kita yang terbatas. Teringatlah ia akan sirah-sirah nabawiyah yang dibacanya, yang membuktikan bahwa hitungan matematis tidak berlaku ketika dihadapkan pada kekuatan keimanan. Qalbunya pun meminta untuk terus bermuhasabah.


”Allah...di sore ini kuhitung amalku..

yang telah kulakukan hari ini..

Terimalah kebaikanku...

Hapuskan dosaku...

Ya Allah..kabulkan doaku...”

Hati terdalamnya diam-diam melantunkan bait-bait Suara Persaudaraan. Suasana ”kesendirian” yang ia alami menjadikan ia harus menyediakan kesabaran untuk selalu menyemangati diri sendiri. Lain rasanya ketika saudara-saudaranya masih sering berada disisinya. Akan selalu tersedia sambutan hangat, rangkulan penyemangat, serta tausiah padat yang akan ia dapatkan-baik ia meminta maupun tidak-. Kini kedewasaannya benar-benar teruji. Seakan-akan siuasi ini adalah moment untuk membuktikan apakah ia memahami dengan benar semua materi-materi halaqoh yang ia terima.

Langkahnya-pun semakin cepat seiring dengan langit yang semakin gelap. Teringat ia akan amal yaummi yang belum ia sempurnakan...”Ya Allah...belum satu juz..!!


Rindu Bapak

Sebelum aku menuliskan apa yang aku pikirkan tentang Bapak,

aku ingin mengucapkan syukur kepada Allah SWT yang telah menghadirkan

laki-laki hebat itu dalam hidupku.



Dalam hidupku, aku lebih sering memanggilnya dengan panggilan Bapak. Entah kenapa, yang pasti ketika aku sadar bahwa aku lahir dari benihnya aku bisa memanggilnya dengan sebutan itu. Atau karena kakak-kakakku yang mencontohkan bagaimana cara memanggil dirinya.

Satu pagi dalam hidupku.

Aku ingat sekali berapa umurku saat itu. Enam tahun, iya enam tahun. Hari pertama aku mengalami ujian sekolah di kelas 1 Sekolah Dasar. Ini ujian sekolah pertama dalam hidupku, dan Bapak mengantarku ke sekolah hanya karena aku begitu takut menghadapi ujian sekolah.

Satu siang dalam hidupku

Kuingat aku pernah diajak olehnya ke suatu tempat. Umurku kira-kira 10 tahun. Di sana aku melihat Bapakku bergabung dengan laki-laki dewasa lainnya. Mungkin bapak-bapak yang lain. Mereka duduk melingkar, salah seorang berbicara dan yang lain mendengarkan, termasuk Bapakku. Setelah itu tidak ada yang kuingat lagi apa yang terjadi lingkaran manusia itu, hanya perjalanan pulang dengan bapakku yang masih kuingat. Di perjalanan pulang -dengan vespa yang Bapak biasa pakai untuk pergi ke tempat kerja- kami melaju. Ternyata Bekasi-Jakarta cukup jauh juga jika ditempuh dengan vespa. Cukup lama waktu yang kami jalani untuk pulang. Buktinya aku tertidur beberapa kali di atas vespa dan bangun saat masih dalam perjalanan. Terima kasih pada pinggang Bapak, tempat berpegangan yang membuat aku tidak jatuh dari vespa.

Satu sore dalam hidupku.

Bapak marah besar padaku. Bapak dapat laporan dari guru ngajiku bahwa aku tidak serius di mushalla. Setiap kali berada di mushalla dekat rumah tempat aku belajar mengaji, tak ada yang aku lakukan kecuali bercanda atau mengganggu peserta putri. Sebenarnya ngaji di mushalla tidak terlalu menjadi kebutuhan dalam hidupku, toh tiap malamnya ibuku selalu mengajarkan bagaimana membaca al-Qur’an. Mungkin Bapak mengirimku kesana dengan tujuan yang lain.

Tidak mengenakkan sekali mendengar suara Bapak marah.

Sore lain dalam hidupku.

Umurku sudah 12 tahun. Aku dan bapakku sedang diatas rumah. Bapak memintaku untuk membantunya merenovasi atap rumah. Ya, alhamdulillah dengan rezeki yang Allah berikan Bapak bisa sedikit merenovasi rumah. Saat itu tak ada yang aku harapkan kecuali agar pekerjaan ini bisa cepat selesai, hanya karena ada film kesukaanku yang diputar sore ini. Sepertinya bapak bisa membaca pikiranku.

Satu malam dalam hidupku

Mungkin malam ini adalah malam paling monumental dalam umurku yang saat itu sudah 16 tahun. Dua tahun sudah Bapak mengalami komplikasi liver.. Dan aku pun sudah cukup dewasa untuk memahami bahwa apa yang Bapak hadapi adalah sesuatu yang berat. Menjelang Isya, Bapak memanggilku. Bapak memintaku untuk membacakan surat yasin untuknya setelah shalat isya nanti. Aku mengiyakannya tanpa berfikir akan ada sesuatu yang akan terjadi. Tepat saat aku tiba di rumah ba’da shalat isya, saat bersiap-siap untuk menunaikan janjiku pada Bapak. Aku lihat Ibu dan kakak tertuaku duduk di samping Bapak yang terbaring. Aku tidak mengerti apa yang terjadi, yang aku lihat hanyalah perlahan tubuh Bapak semakin pucat mulai dari kaki menjalar sampai tubuh bagian atas. Dengan sabar ibuku menuntun Bapak untuk mengucapkan kalimat syahadat. Ini pertama kalinya aku melihat bagaimana seorang manusia menghadapi kematiannya. Dan Allah memberikan pelajaran itu lewat Bapakku.

Bapak meninggal, dengan meninggalkan aku yang belum sempat menunaikan janji.

Ya Rabbi...

Ya Gofur...

Ya Latif...

Ampuni segala dosa dan kesalahan kedua orangtuaku.

Sayangi mereka melebihi rasa sayang mereka padaku disaat aku masih kecil.



Saat kerinduan pada Bapak begitu membuncah




© 2006 deepheart | Blogger Templates by GeckoandFly.
No part of the content or the blog may be reproduced without prior written permission.
Learn how to make money online | First Aid and Health Information at Medical Health