Di satu kegelapan dalam “dunia” yang lain
benih itu terus bergerak, berenang...
mencoba untuk mendekati satu tempat
setelah sampai, semua pintu pun tertutup
tak boleh ada lagi yang masuk selain benih yang satu itu
benih itu MENANG, mengalahkan ribuan benih lain yang tertinggal
kemudian dikatakan “Jadilah..!!”
benih itu menjelma menjadi sosok insan
namun ternyata benih itu menjelma
tidak menjadi SATU tapi DUA
Tanjung Priok, Ba’da Maghrib
Saya (S), Adik saya: Rahma (R)
S :“Ada kardus TV baru nih..siapa yang baru beli TV?”
R : “Oo.... si Husein baru beli TV!!”
S :“Hah..Husein beli TV...!!... buat siapa?
R :”Buat dia sendiri..di kamarnya!!” .
S : “Subhanallah....”
Ber-merk, 20 Inchi. Wuiih canggih..sementara saya masih berkutat dengan tugas akhir akademik kampus, Husein (saudara kembar saya) sudah bekerja dan masuk di tahun ke-5 di sebuah perusahaan pengolahan gandum. Dari hasil keringatnya ia mampu membiayai hidupnya sendiri. Bahkan beberapa kali dia sempat nelpon ke HP saya sambil bertanya : “Pulsanya nyampe gak?!”. Wuiss..dikirimin pulsa nih..Thanks bro..!!
Seperti anak kembar pada umumnya, semua tentang saya dan Husen SAMA. Iya sama!!. Mode pakaian, mainan, tas sekolah, sepatu, sampai seluruh barang milik kami semuanya SAMA. Kalaupun ada yang beda mungkin gaya rambut, rambut saya disisir kekanan kalau si Husein ke sebelah kiri (Cupu banget ya..!!). Hal ini berlangsung sampai kira-kira kelas 5 Sekolah Dasar, pada saat kami berumur 10 tahun.
Masih teringat bagaimana dulu orang-orang disekitar kami memperlakukan kami begitu istimewa. Menurut mereka menjadi kembar mungkin sangat unik. Tapi tidak menurut saya. Saya yang saat itu masih menjadi orang yang tidak ingin banyak berurusan dengan orang lain merasa risih dengan semua perlakuan yang saya dapatkan karena menjadi anak kembar. Hingga sering saya jadi merasa risih jika terlihat sedang berada bersama saudara kembar saya (tolong maafkan saya.!!)
Mulai SLTP kami pun pisah sekolah. Mulai saat itulah kami menjadi pribadi yang berbeda. Bagaimana lingkungan telah merubah kami, itu sangat terlihat dari cetakan yang terbentuk di diri kami masing-masing. Semakin lama saya rasakan semakin gak nyambung dengannya. Sedikit sekali waktu yang kami habiskan berdua. Ngobrol pun kadang cuma pas mau tidur. 10 sampai 15 menit kami pun ngobrol, mencoba untuk tahu apa yang jadi kesibukan sekarang, hubungan dengan pacar (pemirsa..ini zaman dulu ya..amit-amit deh kalo sekarang :) ), juga kondisi anggota keluarga kami yang lain.
Kesadaran itupun datang. Saya sadar bahwa dilahirkan menjadi manusia kembar adalah hal paling seru dalam hidup saya. Betapa tidak, setiap kali saya pulang ke rumah, saya melihat satu sosok yang bener-bener mirip dengan saya. Belum lagi kelucuan-kelucuan yang sering terjadi pada orang-orang yang gak bisa ngebedain mana Hasan mana Husen (kalo yang ini mah, dah terjadi puluhan kali). Bahkan Bapak kami pun masih sering salah.
Sekarang, setelah hampir lima tahun terpisah secara geografis. Saya merasa begitu ingin bertemu dan melihat Husen setiap hari. Kami berdua sudah masuk dalam usia dewasa. Sudah harus mengukir kehidupan kami masing-masing. Dan saya gak ingin mengukir kehidupan ini sendirian tanpa Husen disamping saya. Saya juga bertekad akan mendampingi Husen dalam mengukir kehidupannya.
benih itu terus bergerak, berenang...
mencoba untuk mendekati satu tempat
setelah sampai, semua pintu pun tertutup
tak boleh ada lagi yang masuk selain benih yang satu itu
benih itu MENANG, mengalahkan ribuan benih lain yang tertinggal
kemudian dikatakan “Jadilah..!!”
benih itu menjelma menjadi sosok insan
namun ternyata benih itu menjelma
tidak menjadi SATU tapi DUA
Tanjung Priok, Ba’da Maghrib
Saya (S), Adik saya: Rahma (R)
S :“Ada kardus TV baru nih..siapa yang baru beli TV?”
R : “Oo.... si Husein baru beli TV!!”
S :“Hah..Husein beli TV...!!... buat siapa?
R :”Buat dia sendiri..di kamarnya!!” .
S : “Subhanallah....”
Ber-merk, 20 Inchi. Wuiih canggih..sementara saya masih berkutat dengan tugas akhir akademik kampus, Husein (saudara kembar saya) sudah bekerja dan masuk di tahun ke-5 di sebuah perusahaan pengolahan gandum. Dari hasil keringatnya ia mampu membiayai hidupnya sendiri. Bahkan beberapa kali dia sempat nelpon ke HP saya sambil bertanya : “Pulsanya nyampe gak?!”. Wuiss..dikirimin pulsa nih..Thanks bro..!!
Seperti anak kembar pada umumnya, semua tentang saya dan Husen SAMA. Iya sama!!. Mode pakaian, mainan, tas sekolah, sepatu, sampai seluruh barang milik kami semuanya SAMA. Kalaupun ada yang beda mungkin gaya rambut, rambut saya disisir kekanan kalau si Husein ke sebelah kiri (Cupu banget ya..!!). Hal ini berlangsung sampai kira-kira kelas 5 Sekolah Dasar, pada saat kami berumur 10 tahun.
Masih teringat bagaimana dulu orang-orang disekitar kami memperlakukan kami begitu istimewa. Menurut mereka menjadi kembar mungkin sangat unik. Tapi tidak menurut saya. Saya yang saat itu masih menjadi orang yang tidak ingin banyak berurusan dengan orang lain merasa risih dengan semua perlakuan yang saya dapatkan karena menjadi anak kembar. Hingga sering saya jadi merasa risih jika terlihat sedang berada bersama saudara kembar saya (tolong maafkan saya.!!)
Mulai SLTP kami pun pisah sekolah. Mulai saat itulah kami menjadi pribadi yang berbeda. Bagaimana lingkungan telah merubah kami, itu sangat terlihat dari cetakan yang terbentuk di diri kami masing-masing. Semakin lama saya rasakan semakin gak nyambung dengannya. Sedikit sekali waktu yang kami habiskan berdua. Ngobrol pun kadang cuma pas mau tidur. 10 sampai 15 menit kami pun ngobrol, mencoba untuk tahu apa yang jadi kesibukan sekarang, hubungan dengan pacar (pemirsa..ini zaman dulu ya..amit-amit deh kalo sekarang :) ), juga kondisi anggota keluarga kami yang lain.
Kesadaran itupun datang. Saya sadar bahwa dilahirkan menjadi manusia kembar adalah hal paling seru dalam hidup saya. Betapa tidak, setiap kali saya pulang ke rumah, saya melihat satu sosok yang bener-bener mirip dengan saya. Belum lagi kelucuan-kelucuan yang sering terjadi pada orang-orang yang gak bisa ngebedain mana Hasan mana Husen (kalo yang ini mah, dah terjadi puluhan kali). Bahkan Bapak kami pun masih sering salah.
Sekarang, setelah hampir lima tahun terpisah secara geografis. Saya merasa begitu ingin bertemu dan melihat Husen setiap hari. Kami berdua sudah masuk dalam usia dewasa. Sudah harus mengukir kehidupan kami masing-masing. Dan saya gak ingin mengukir kehidupan ini sendirian tanpa Husen disamping saya. Saya juga bertekad akan mendampingi Husen dalam mengukir kehidupannya.
cerita yang menyentuh sekali... saudara kembar, memang punya ikatan bathin tersendiri,subhanallah :)
seneng udh bisa mampir kesini..salam hangat dari afrika barat :D
wah wah rupynya kembar tho... selamat ya mas .. n barakallahumma :)
wah zidan akhirnya kita dikenalin ama kembaran ami Hasan:) Subhanallah....terharu bacanya akh, sy jd inget sahabat kembar saya, yg satu 12 hari lagi mau nikah, setelah itu akan berpisah untuk pertama kalinya dgn kembarannya, sy bisa merasakan ketika mereka saling bercerita pada saya bahwa perpisahan mereka sangatlah berat, tp mereka tetap saling mendukung:)
Weks...kisahnya seru neh...minimal saya bisa tahu dari ceritanya...bagaimana seh rasanya menjadi kembar...Subhanallah